Senin, 01 Januari 2018

Semoga sharing ini berguna

Sewaktu kecil, ketika belajar beladiri (kungfu)
saya harus hafal banyak jurus (beserta
namanya). Perlu waktu latihan lama untuk
dapat dipakai dengan baik.
Ketika besar, belajar pencak silat juga harus
hafal jurus dan namanya.
Ketika belajar tinju, tidak ada nama atau jurus
yang harus dihafal, hanya dua hal yang harus
diingat (1) pukul cepat dan mantap, (2) baca
gerak lawan. Pukulan hanya tiga (1) jab (lurus
cepat), (2) hook (untuk block sekaligus serang),
(3) upper cut (untuk jarak yang dekat sekali).
Karena tidak ada jurus, ternyata latihan tinju 

justru dapat segera dipakai dengan baik.
Semua ilmu ternyata ada kelebihan dan 

kekurangan masing-masing, juga ada 
keistimewaan masing-masing.
Karena itu baik sifu, pendekar sepuh, dan 

pelatih tinju saya semua berkata sama / senada 
yaitu: 
Pintar harus, bangga apalagi sombong jangan."

Setelah mendapat petunjuk dua inti ajaran AIKI
(dari Grand Master Ueshiba Morihei, 1967-1968)
yang TANPA JURUS, ternyata saya dapat
menganalis dan mengoreksi keirrasionalan
gerak waza (jurus) Aikido yang wajib saya
ajarkan kemudian oleh pimpinan Aikido di
Jepang yang tampaknya sudah tidak
memahami AIKI yang pernah diajarkan
kepada saya.

Ketika saya diundang untuk ikut menemui
seorang ahli beladiri muda belia asal Tiongkok
yang belajar pada sinshe (tabib) keliling desa
di Tiongkok, ternyata dia berilmu hebat, baik
teori ilmu pengobatan, beladiri dan lainnya,
maupun kemampuan nyatanya.
Dia mengatakan sifunya tidak pernah memberi
nama ilmu-ilmunya. Juga tidak pernah minta
dia menghafal gerak (jurus).
Sifunya hanya menyuruh dia melakukan (apa
yang disuruh) sambil mempelajari segala hal
yang terkait dengan apa yang dia lakukan itu.
Contoh dalam pengobatannya:
Dia menyentuh lengan saya, langsung dapat
mempelajari kondisi kesehatan saya, dan
melakukan cara pengobatan yang ternyata
manjur sekali, tanpa obat herbal atau
obat apotek apapun!
Contoh dalam gerak interaksi / beladiri:
Dia selalu dapat membaca serangan cepat
mendadak yang saya lakukan di depan
maupun di belakang dirinya, lalu cukup
menggeliat sedikit dan menjulurkan tangan,
saya sudah tertotok. Mungkin hanya perlu
waktu sedetik.
Persis dalam cerita film silat tempo dulu.
Sayang dia di Surabaya hanya semalam.

Sikap buku dan gerak air, Cara Tinju, Cara
AIKI (bukan Aikido / Aiki Jujutsu), dan Cara
Sambil Belajar, membuka wawasan saya untuk
dapat mengajarkan apa saja dengan lebih baik
dan lebih bermanfaat daripada sebelumnya,
termasuk olahraga & senam, bahasa asing,
manajemen, dan pengetahuan terapan lain,
yang saya miliki.

SEMOGA BERGUNA. (Prawira, Surabaya)